PEMERINTAH HARUS SUSUN KEBIJAKAN STRATEGIS
09-02-2009 /
KOMISI VI
Wakil Ketua Komisi VI DPR Anwar Sanusi mengatakan, Pemerintah harus segera melakukan tindakan nyata berupa kebijakan dan langkah strategis untuk menyelamatkan perekonomian nasional dari keterpurukan karena dampak krisis global.
“Berbagai ide pengembangan program serta implementasi rencana Kementerian perlu disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan ekonomi global melalui dukungan monitoring dan evaluasi yang memadai,â€kata Anwar Sanusi saat memimpin Rapat Kerja Menteri Negara Koperasi dan UKM (Meneg KUKM) Suryadharma Ali, di Ruang Rapat Komisi VI DPR, Senin (9/2).
Anwar menambahkan, tindakan nyata tersebut dilakukan untuk lebih mempercepat perwujudan ekonomi nasional yang madniri dan handal dengan fokus peningkatan kinerja sektor usaha, baik mikro, kecil dan menengah serta koperasi (UKMK) yang berdasarkan pengalaman krisis ekonomi pada tahun 1998 ternyata lebih tangguh menahan kontraksi ekonomi.
“Upaya-upaya pelaksanaan program peningkatan kinerja UKMK dan berbagai strategi pengawasan serta monitoring program yang dilakukan harus pula mampu menciptakan iklim yang mendorong terwujudnya kemandirian usaha bagi UKMK nasional,â€terangnya
Berkaitan dengan program pengembangan produk unggulan daerah, kata Anwar, Komisi VI DPR mendedak pemerintah cq. Kementerian Negara Koperasi dan UKM untuk mengembangkan dan menyebarluaskan program rintisan/pilot project One Village One Product (OVOP) di daerah-daerah lain.
Lebih lanjut Anwar meminta kepada pemerintah cq. Kementerian Negara Koperasi dan UKM untuk berperan aktif agar pasar tradisional dan pedagang skala mikro kecil dan koperasi tidak tergusur keberadaannya dalam proses modernisasi pasar.
Komisi VI DPR meminta pemerintah segara merevisi Permenkeu Nomor:99/PMK.05/2008 tanggal 7 Juli 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir Pada Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka pemberdayaan koperasi dan UMKM.
Ia berharap agar pemerintah cq. Kementerian Negara Koperasi dan UKM dapat membantu sektor riil, terutama program-program penguatan tentang Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Kredit Usaha Rakyat
Terkait dengan masalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), kata Anwar, Pemerintah harus mendorong penyerapan KUR karena sekarang ini sudah mencapai 1,67 juta. “Jadi mudah-mudahan kalau ada pengajuan apabila sesuai dengan kelayakan ya diberikanlah,â€terangnya.
Soekardjo Hardjosoewirjo (F-PDIP) merasa khawatir bahwa keadaan di lapangan berbeda dengan apa yang dilaksanakan oleh Meneg KUKM. “Berapa sebenarnya rumah tangga kita, karena saya lihat disini 1,67 juta yang mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kalau angka ini benar tentu kita sangat berbahagia, berarti sekian persen daripada penduduk kita sudah menikmati KUR,â€tanyanya
Azwir Dainytara (F-PG) mempertanyakan kenapa Presiden dan Menteri yang mencanangkan KUR tetapi masih banyaknya masyarakat kesulitan dalam mendapat pinjaman karena sebagian besar Bank masih meminta jaminan. “Karena yang dijamin oleh negara yang 2,4 trilyun itu hanya 70 persen dari total kredit yang dikeluarkan,†kata Azwir.
Jadi, terangnya, Kalau memiliki Rp 10 juta mengeluarkan kredit cuma 70% dan dijamin oleh Askrindo dan Jakrindo, yang 30 persen tidak dijamin. “Bank tidak mau menanggung resiko ini, makanya dia minta surat Sertifikat, BPKB motor/mobil,â€terangnya.
Sementara Meneg KUKM Suryadharma Ali mengatakan, pemerintah pada tahun 2008 telah menyalurkan dana sebesar Rp 1,45 trilyun guna memberikan jaminan kredit sebesar Rp 14,5 trilyun.
Dari Rp 14,5 trilyun itu terserap sebanyak kurang lebih Rp 12,6 trilyun dan dimanfaatkan oleh 1.600 ribu lebih orang. 1.600 ribu orang itu adalah rumah tangga. Jadi koperasi ada beberapa lewat Bank Mandiri dan BRI. 1,6 juta orang itu kurang lebih 85% disalurkan oleh BRI.
Memang, aku Suryadharma Ali, di dalam penyaluran KUR ini masih ada persoalan, misalnya keharusan memberikan agunan, kemudian persyaratan-persyaratan yang sama saja susahnya kalau juga mengajukan kredit yang bukan KUR itu. “Problem seperti ini juga sudah disampaikan langsung kepada Presiden, juga kepada bank-bank (enam bank) pelaksana KUR itu dan sudah diperintahkan supaya mengatasi persoalan-persoalan itu,â€katanya
Saat ini, Aku Suryadharma, Bank masih mempergunakan istilah yang berbeda-beda, nama program yang dicanangkan presiden itu adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tetapi dari enam bank itu mempergunakan nama yang berbeda-beda. “Nah itu kita tertibkan. Dan kemudian mereka menyamakan nama programnya,â€terangnya.
Kedua, dari pelaksana ke enam bank-bank itu juga berbeda-beda di daerah. Ada yang sudah mendapatkan informasi dan ada juga yang masih menolak program itu. Kemudian bank-bank itu ada juga yang memberikan kredit yang besar. “Ada yang Rp 500 juta karena plafonnya itu sampai dengan Rp 500 juta, Ini kita koreksi. Karena target kita itu adalah yang mikro, oleh karena itu terus dikoreksi,â€tegasnya.
Sekarang problem yang dihadapinya masih adanya jaminan, saya sudah sosialisasikan di berbagai pertemuan bahwa pemerintah itu memang menjamin 70 persen, perbankan 30 persen. “Karena kita punya pengalaman masalah lalu yaitu Kredit Usaha Tani (KUT). Jangan sampai terjadi moral hazard jilid kedua, kira-kira seperti itu. Karenanya perbankan diberikan kewenangan untuk melakukan seleksi. Sebagai bentuk tanggungjawab seleksi perbankan itu, dia harus menjamin 30%, jadi dia ada resiko disitu 30 persen,â€katanya.
Menurut Suryadharma, karena memang ada MoU antara pemerintah dengan perbankan (enam bank) dan pemerintah dengan perusahaan lembaga penjaminan Jadi semua yang terlibat di dalam MoU itu diharapkan tidak menyalahi apa yang sudah ditandatangani, kira-kira seperti itu. “Insya Allah, kedepan akan lebih baik, karena pemerintah melibatkan langsung Gubernur, Bupati dan Walikota,â€katanya. (iw)